Senin, 15 Januari 2024

MATERI AJAR KONSEP KERAJAAN ISLAM Pt 5

 KERAJAAN MATARAM ISLAM

Dikutip dari gramedia.com yang ditulis oleh fandi uraian kerajaan mataram adalah sebagai berikut.

Panembahan Senopati pada tahun 1584 mendeklarasikan terbentuknya Kesultanan atau Kerajaan Mataram Islam di alas Mentaok. Alas Mentaok adalah sebuah daerah yang saat ini dikenal dengan sebutan kota Yogyakarta.

Setelah Kesultanan Pajang runtuh di tahun 1587, Kesultanan Pajang akhirnya mengakui keberadaan Kerajaan Mataram Islam.

Panembahan Senapati selaku pendiri dari Kesultanan Mataram Islam kemudian menobatkan dirinya sebagai raja sekaligus sultan pertama yang memiliki gelar Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Panembahan Senopati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di Kotagede Yogyakarta.

Setelah beliau wafat, kepemimpinan Kerajaan Mataram dilanjutkan oleh Raden Mas Jolang yang bergelar Susuhunan Hanyakrawati yang merupakan ayah dari Sultan Agung.

1. Letak Kesultanan atau Kerajaan Mataram

Seperti penjelasan sebelumnya, Kerajaan Mataram Islam berlokasi di alas Mentaok yang saat ini sudah menjadi Yogyakarta.

Adapun pusat pemerintahan Kesultanan Mataram saat itu adalah di Kutagede atau saat ini lebih dikenal dengan sebutan Kotagede.

Beberapa sumber juga menyebutkan jika wilayah kesultanan atau kerajaan Mataram Islam pada awalnya hanyalah sebuah hutan. Di tengah hutan tersebut berdiri sebuah istana tua yang dikenal sebagai Mataram Hindu. Area Mataram Hindu ini adalah wilayah yang dikuasai oleh kerajaan Pajang hingga akhir abad ke 16 M.

Asal mula berdirinya Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman serta di awainya kerajaan Islam pertama di Jawa yaitu Deman Bintoro, dilanjutkan dengan Kerajaan Pajang dan cerita di balik kemegahan Kerajaan Mataram Islam dapat kamu temui pada buku Menelusuri Jejak Mataram Islam Di Yogyakarta.

Dalam sebuah tulisan di digital Library UIN Surabaya juga disebutkan bahwa lokasi tersebut dianugerahkan oleh Sultan Pajang untuk Ki Ageng Pemanahan bersama putranya Panembahan Senapati.

Lokasi tersebut diberikan sebagai bentuk jasa mereka dalam keikutsertaannya dalam pertempuran yang mengalahkan Adipati Jipang Panolan dan Arya Penangsang. Setelah diberikan, daerah itupun dibersihkan oleh Ki Ageng Pemanahan.

Tanah yang diberikan oleh Sultan Pajang untuk Ki Ageng Pemanahan tersebut merupakan sebuah hutan atau mentaok yang terletak di kota Gede, Yogyakarta. Berawal dari wilayah inilah, Kesultanan atau Kerajaan Mataram Islam terus berkembang dan mencapai puncak kejayaannya.

Sebuah sumber tulisan menambahkan jika Jawa sebenarnya Jawa bisa dikuasai oleh Kesultanan Mataram Islam ketika Sultan Agung atau Raden Mas Rangsang masih yang memimpin pada tahun 1613 hingga 1645 jika para pendahulunya berhasil mengambil ibu kota di wilayah Kotagede. Selanjutnya Sultan Agung bisa mengambil ibukotanya di wilayah Kera atau Kerta.

Kejayaan Kerajaan Mataram saat itu juga tidak terlepas dari kekuatan Panembahan Senapati yang berhasil lepas dari cengkaraman Pajang. Runtuhnya Kerajaan Pajang juga menjadi puncak kejayaan dari Kerajaan Mataram.

Seorang sastrawan juga menjelaskan jika Panembahan Senapati mulai memperluas wilayah kekuasaan Mataram Islam secara lebih besar di sepanjang Bengawan Solo hingga ke Jawa bagian timur dan barat. Tak sampai di situ saja, wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram juga makin meluas dari Jipang, Madiun, Kediri, Ponorogo, Magetan hingga Pasuruan. Di wilayah barat, Kerajaan Mataram Islam juga berhasil menaklukan wilayah Cirebon dan Galuh pada tahun 1595. Di tahun 1957, Panembahan Sanepati berusaha menaklukkan Banten, sayangnya usaha tersebut gagal karena transportasi air yang sangat kurang. Seiring berkembangnya wilayah kekuasaan yang berhasil ditaklukkan Kerajaan Mataram Islam, kekuatan militer serta berbagai aspek di bidang kehidupan di kerajaan ini pun semakin maju.

2. Masa awal dan Kejayaan Kerajaan Mataram Islam

Ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma memimpin Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1613 hingga 1645 M, kejayaan Kerajaan Kesultanan Mataram semakin berada di puncak. Di eranya, Sultan Agung berhasil menguasai banyak daerah kekuasaan di berbagai wilayah di Jawa.

Selain itu, kemajuan Kerajaan Mataram Islam di bawah kepemimpinan Sultan Agung juga berhasil menyentuh banyak aspek kehidupan masyarakat saat itu. Beberapa di antaranya ialah pada bidang ekonomi, keagamaan, budaya, hukum, pemerintahan dan masih banyak lagi. Di masa kepemimpinannya, Sultan Agung memiliki beberapa kebijakan penting dalam bidang ekonomi yang diusungnya yakni sektor pertanian, fiskal dan juga moneter.

Pada era Sultan Agung beliau membangun sektor pertanian dengan memberikan tanah kepada petani dan membentuk forum komunikasi sebagai tempat pembinaan. Adapun dalam urusan fiskal, Sultan Agung mengatur regulasi pajak yang tidak memberikan beban kepada rakyat.

Kemudian pada bidang moneter Sultan Agung membentuk lembaga keuangan untuk mengelola dana kerajaan. Di bidang keagamaan dan hukum Islam, Sultan Agung juga menerapkan aturan yang sesuai dengan aturan Islam.

Tak hanya itu, ulama pada kala itu juga diberikan ruang untuk bekerja sama dengan pihak kerajaan. Bahkan, Sultan Agung juga menetapkan penanggalan atau Kalender Jawa sejak tahun 1633 di mana penghitungan tanggal tersebut merupakan kombinasi kalender Saka dan Hijriah.

Pada bidang kebudayaan dan kesenian, Sultan Agung juga termasuk pemimpin yang sangat berperan dalam memajukan kesenian wilayahnya. Menurut sumber sejarah, berbagai jenis tarian, gamelan hingga wayang sangat berkembang pesat di bawah kepemimpinan Sultan Agung.

Selain mengawal kemajuan kesenian, Sultan Agung juga turut serta dalam menghasilkan karya seni berupa Serat Sastra Gendhing. Sastra bahasa di zaman tersebut juga semakin berkembang ketika Sultan Agung mulai memberlakukan penggunaan tingkatan bahasa di wilayah luar Yogyakarta hingga Jawa Timur. Sultan Agung juga termasuk pemimpin yang menginisiasi terbentuknya provinsi dengan memilih adipati sebagai kepala wilayah di setiap daerah yang dikuasai Mataram.

3. Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam

Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam dimulai ketika Sultan Agung kalah dalam sebuah misi yang bertujuan untuk merebut Batavia. Saat itu Sultan Agung berjuang menaklukkan seluruh wilayah Jawa dari tangan Belanda.

Setelah peristiwa kekalahan tersebut, aspek ekonomi para masyarakat di Kesultanan Mataram Islam semakin melemah karena banyak masyarakat yang dikerahkan untuk menghadapi perang. Dengan demikian, pihak kerajaan serta masyarakat pun tidak mampu lagi memperbaiki kondisi ekonomi yang terjadi kala itu.

Keruntuhan Kesultanan Mataram Islam juga disebabkan oleh adanya rasa dendam dan juga permusuhan dari Wangsa Sailendra kepada Jawa yang tidak pernah berhenti. Permusuhan ini terus menerus terjadi hingga Wangsa Isana meraih kekuasaan selanjutnya.

Saat Mpu Sindok memimpin pemerintahan di Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang untuk menyerang wilayahnya. Pada akhirnya pertempuran pun terjadi di wilayah Anjuk Ladang yang sekarang telah dikenal dengan sebutan kota Nganjuk, Jawa Timur. Pertempuran itupun dimenangkan oleh kubu Mpu Sindok.

4. Peninggalan Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram Islam yang merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di tanah air tentulah memiliki banyak barang peninggalan. Barang peninggalan dari Kerajaan Mataram Islam selain menjadi situs atau sumber sejarah kepada para generasi di tanah air juga bisa menjadi tempat wisata. Berikut ini merupakan beberapa sumber sejarah sekaligus peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang masih bisa ditemui hingga hari ini.

a) Karya Sastra Ghending dari Sultan Agung

b) Adanya tahun Saka

c) Adanya kerajinan perak



d)      Adanya tradisi Kalang Obong. Adapun tradisi Kalang Obong ini sendiri ialah tradisi kematian orang Kalang yang dilakukan dengan cara membakar berbagai peninggalan orang yang telah meinggal.

Kue Kipo sumber:yummy.co.id
e)   Terdapat kuliner khas Kue Kipo. Kue Kipo merupakan makanan khas masyarakat dari Kota Gede. Menurut beberapa orang, makanan ini telah ada sejak masa Kerajaan Mataram Islam berdiri.
pertapaan Kembang Lampir sumber:detik.com
f) Terdapatnya pertapaan Kembang Lampir. Tempat ini merupakan tempat Ki Ageng Pemanahan melakukan pertapaan untuk menerima wahyu kerajaan Mataram Islam

Segara Wana dan Syuh Brata sumber: republika.co.id

g)      Terdapat Segara Wana dan Syuh Brata yang merupakan meriam-meriam peninggalan Kerajaan Mataram Islam. Meriam-meriam tersebut diberikan oleh Belanda atas perjanjian bersama Kerajaan Mataram Islam di masa kepemimpinan Sultan Agung


candi sewu sumber:hidupsimpel.com

h)      Terdapatnya berbagai puing-puing candi Hindu dan Budha di aliran Sungai Opak serta di sekitar aliran Sungai Progo

i)       Terdapatnya Batu Datar yang berada di Lipura. Lokasi Lipura tidak jauh dari barat Daya Kota Yogyakarta

pakaian Kiai Antakusuma sumber: boombastis.com

j)       Terdapatnya pakaian peninggalan Kiai Gundil atau dikenal juga dengan sebutan Kiai Antakusuma

Masjid Agung Negara sumber: cakrawala.co

k)      Terdapatnya Masjid Agung Negara yang telah dibangun sejak tahun 1763 oleh PB III

l)       Terdapatnya Masjid Jami Pakuncen yang didirikan oleh Sunan Amangkurat I

Gapura Makam Kota Gede sumber:guideku.com

m)   Terdapatnya Gapura Makam Kota Gede yang menjadi perpaduan antara corak Hindu dan juga Islam

n)      Terdapatnya Masjid yang berada di Makam Kota Gede

Bangsal Duda sumber:aroebinang.com

o)      Terdapatnya Bangsal Duda

Rumah Kalang sumber:wikipedia.org

p)      Terdapatnya Rumah Kalang

q)      Terdapatnya berbagai makam dari raja-raja Mataram yang berada di Imogiri

r)       Terdapatnya Gerbang Makam Kota Gede


MATERI AJAR KONSEP KERAJAAN ISLAM Pt 4

KERAJAAN DEMAK

dikutip dari wikipedia.org kesultanan demak merupakan kerajaan islam di jawa pertama yang telah berdiri pada abad ke 15 masehi. dikutip dari an-nur.ac.id kerajaan demak memiliki keterangan sebagai berikut : 

1. Pendirian

Kerajaan Demak berdiri seiring dengan kemunduran Majapahit, kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nusantara. Menurut beberapa sumber sejarah, seperti Babad Tanah Jawi dan Sejarah Banten, pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Patah, putra dari Raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China yang masuk Islam. Raden Patah awalnya adalah adipati di Palembang, namun kemudian pindah ke Demak dan mendirikan kerajaan Islam di sana pada tahun 1478 M¹².

Raden Patah mendapat dukungan dari Wali Songo, sembilan tokoh penyebar Islam di Jawa. Salah satu dari Wali Songo yang paling berpengaruh adalah Sunan Ampel, yang menjadi guru dan mertua Raden Patah. Sunan Ampel juga membantu Raden Patah dalam menghadapi serangan dari Majapahit yang masih ingin mempertahankan kekuasaannya.

2. Masa Kejayaan

Masa kejayaan Kerajaan Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1546), putra dari Raden Patah. Sultan Trenggono berhasil memperluas wilayah kekuasaan Demak ke Jawa Timur dan Jawa Barat. Ia juga mengirimkan pasukan untuk menyerang Malaka, yang saat itu dikuasai oleh Portugis. Salah satu panglima perang yang terkenal dari Demak adalah Fatahillah, yang berhasil merebut Sunda Kelapa dari Portugis pada tahun 1527 M dan mengubah namanya menjadi Jayakarta³.

Sultan Trenggono juga membangun beberapa masjid dan menara sebagai pusat ibadah dan pendidikan Islam. Salah satu masjid yang dibangunnya adalah Masjid Agung Demak, yang memiliki arsitektur khas Jawa dengan atap bertingkat-tingkat. Masjid ini juga menyimpan beberapa benda bersejarah, seperti mimbar kayu yang dipercaya dibuat oleh Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo.

3. Kemunduran dan Keruntuhan

Kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Demak dimulai setelah wafatnya Sultan Trenggono pada tahun 1546 M. Ia tewas dalam sebuah pertempuran melawan Kerajaan Blambangan di Panarukan, Situbondo. Setelah kematian Sultan Trenggono, terjadi perebutan kekuasaan antara putra-putranya dan para adipati lainnya.

Sunan Prawoto, putra Sultan Trenggono, naik takhta sebagai raja Demak berikutnya. Namun, ia dibunuh oleh Arya Penangsang, putra dari Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar, yang merupakan saingannya dalam perebutan takhta. Arya Penangsang kemudian menjadi raja Demak selanjutnya.

Arya Penangsang juga menghadapi perlawanan dari Pangeran Hadiri atau Pangeran Kalinyamat, adipati Jepara yang merupakan saudara ipar Sultan Trenggono. Pangeran Hadiri berhasil mempertahankan Jepara dari serangan Arya Penangsang dan mendirikan Kerajaan Kalinyamat yang mandiri dari Demak.

Arya Penangsang akhirnya tewas pada tahun 1554 M oleh Ki Ageng Pemanahan, bawahan dari Pangeran Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, adipati Pajang. Ki Ageng Pemanahan menusuk Arya Penangsang dengan keris Kyai Setan Kober, yang merupakan milik Arya Penangsang sendiri. Dengan kematian Arya Penangsang, Kerajaan Demak pun runtuh dan digantikan oleh Kerajaan Pajang sebagai kerajaan Islam terkuat di Jawa.


dikutip dari sumber lain : Sejarah Kerajaan Demak (sma13smg.sch.id)

4. Raja – Raja Demak

a. Raden Patah (1500-1518 M)

Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah, salah satu putra dari raja Majapahit dari istri raja yang berasal dari Cina yang telah masuk Islam. Raden Patah memimpin sejak 1500 M. Dibawah kepemimpinan Raden patah, Demak mampu berkembang menjadi pusat agama Islam uyang dikembangkan melalui peran Wali Songo. Periode kepemimpinan Raden Patah merupakan periode awal berkembangnya Islam di Jawa.

b. Adipati Unus (1518-1521 M)

Pasca meninggalnya Raden Patah pada tahun 1518 M, Kesultanan Demak diambil alih oleh putranya Adipati Unus (1488-1521 M). Keberaniannya dalam perang membuat Adipati Unus mendapatkan gelar Pangeran Sabrang Lor. Pada tahun 1521, Adipati Unus memimpin penyerbuan ke Malaka yang dikuasai Portugis. Dalam pertempuran tersebut, Adipati Unus gugur dan digantikan oleh Sultan Trenggana, merupakan raja ketiga Kesultanan Demak.

c. Sultan Trenggana (1521-1546)

Kesultanan Demak mencapai masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Trenggana. Wilayah Demak meluas hingga ke Jawa Timur dan Jawa Barat. Pada tahun 1527, dibawah pimpinan Fatahillah, Demak bersama Cirebon mampu mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Nama Sunda Kelapa diganti menjadi “Jayakarta” yang berarti kemenangan yang sempurna. Pada tahun 1546 Demak melakukan penyerangan ke Penarukan Situbondo, yang dikuasai Kerajaan Blambangan, Sultan Trenggana tewas terbunuh dalam pertempuran ini.

d. Sunan Prawata (1546-1549 M)

Sunan Prawata merupakan putra dari Sultan Trenggana. Pasca terbunuhnya Sultan Trenggana, perpindahan kekuasaan ke anaknya tidak berjalan mulus. Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar berusaha untuk menduduki kekuasan Kesultanan Demak dengan mengalahkan Sunan Prawata, putra Sultan Trenggana. Sunan Prawata membunuh Pangeran Surowiyoto yang menyebabkan surutnya dukungan kepada Sunan Prawata. Akibatnya, Sunan Prawata memilih memindahkan pusat kerajaan ke Pati. Masa kekuasaan Sunan Prawata tidak berlangsung lama setelah Arya Penangsang, putra dari Surowiyoto melakukan pembunuhan terhadap Sunan Prawata pada tahun 1549 M.

e. Arya Penangsang (1549-1554 M)

Arya Penangsang menduduki tahta Kerajaan Demak setelah melakukan pembunuhan terhadap Sunan Prawata. Selain itu, ia juga menyingkirkan Pangeran Hadiri / Kalinyamat sebagai penguasa Jepara yang dianggapnya berbahaya bagi kekuasaannya. Hal ini membuat para adipati Demak tidak senang, salah satu diantaranya adalah Hadiwijaya dari Pajang. Kekusaan Demakpun dipindah dari Demak ke Jipang, wilayah kekuasaan Arya Penangsang. Masa pemerintahan Arya Penangsang berakhir pada tahun 1554 setelah Hadiwijaya yang dibantu Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi dan anaknya Sutawijaya melakukan pemberontakan. Arya Penangsang tewas dan kedudukan Sultan Demak diduduki oleh Hadiwijaya yang memindahkan kekuasannya ke Pajang, menandai berakhirnya Kerajaan Demak.

5. Peninggalan Kerajaan Demak

a. Soko Tatal

Soko Tatal berbentuk tiang penyangga dari Masjid Agung Demak. Selain Soko Tatal juga ada Soko Guru. Soko Guru merupakan tiga buah tiang berdiameter sakitar satu meter untuk menyangga Masjid Agung Demak. Sedangkan Soko Tatal sendiri terbuat dari potongan kayu yang berasal dari kayu siswa pembuatan dari Soko Guru.

b. Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak terletak di Desa Kauman, Kecamatan Demak Kota. Diperkirakan masjid ini didirikan pada tahun 1479 M. Hingga kini Masjid Demak masih kokoh berdiri di pusat kota Demak setelah beberapa renovasi.

c. Pawastren

Pawastren merupakan tempat berwudhu untuk jamaah perempuan. Pawastren memiliki dinding yang sangat indah dengan ukiran berupa motif majapahitan atau dinamakan maksurah.
Makam Kalijaga
Makam Sunan Kalijaga terletak di Desa Kadilangu, Kecamatan Demak. Makam Sunan Kalijaga menjadi situs yang sering didatangi peziarah dari berbagai wilayah tanah air dan menjadi peninggalan Kerajaan Demak.

MATERI AJAR KONSEP KERAJAAN ISLAM Pt 3

KERAJAAN SAMUDRA PASAI

salah satu kerajaan yang tertua yang telah ditemukan di indonesia adalah kerajaan samudra pasai, dikutip dari website acehprov.go.id kerajaan pasai terletak pesisir utara Sumatera di wilayah Aceh tepatnya di dekat Kota Lhokseumawe, berada di Selat Malaka adapun keterangannya sebagai berikut.

1. Letak Geografis

Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan bercorak Islam pertama di Indonesia. Kerajaan Samudera Pasai berada di wilayah yang strategis yaitu di pesisir utara Sumatera di wilayah Aceh tepatnya di dekat Kota Lhokseumawe, berada di Selat Malaka yang merupakan wilayah jalur perdagangan rempah – rempah pada masanya. Hal ini menyebabkan Samudera Pasai menjadi salah satu pusat perdagangan di Indonesia.

2. Kehidupan Ekonomi

Pada masa kejayaannya, Samudera Pasai berkembang pesat sebagai bandar transito dan perdagangan internasional. Dengan demikian, Samudera Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di wilayah Selat Malaka. Kerajaan Samudera Pasai memiliki pengaruh kuat kepada bandar perdagangan lain seperti di Pidie, Perlak dan lain – lain. Komoditas penjualan di Samudera Pasai diantaranya lada, sutra, kapur, beras dan emas dalam jumlah besar. Samudera Pasai menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan di Arab dan India. Mata uang yang digunakan dalam perdagangan adalah uang emas bernama dirham sebagai mata uang resmi dari kerajaan Samudera Pasai. Selain berkembang sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai pada masa kejayaannya juga merupakan pusat perkembangan agama Islam.


Peta samudra pasai

3. Kehidupan Politik

Kerajaan Samudera Pasai berdiri pada tahun 1267 M setelah raja Meurah Silu masuk ke agama Islam dan berganti nama menjadi Sultan Malik Al Saleh. Sultan Malik Al Saleh memerintah Samudera Pasai pada tahun 1285 – 1297 M. Pada masa pemerintahannya, Sultan Malik Al Saleh pernah didatangi musafir dari Italia bernama Marcopolo pada tahun 1292. Melalui catatan Marcopolo dapat disimpulkan bahwa raja Samudera Pasai bergelar Sultan.
Kerajaan Samudera Pasai berhasil mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik Az Zahir atau Sultan Malik al Tahir II (1326-1345).
Silsilah Raja – Raja Samudera Pasai
1. Sultan Malikul Saleh (1267-1297 M)
2. Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297-1326 M)
3. Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (1326 ± 1345
4. Sultan Malik Az-Zahir (?- 1346)
5. Sultan Ahmad Malik Az-Zahir yang memerintah (ca. 1346-1383)
6. Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir yang memerintah (1383-1405)
7. Sultanah Nahrasiyah, yang memerintah (1405-1412)
8. Sultan Sallah Ad-Din yang memerintah (ca.1402-?)
9. Sultan yang kesembilan yaitu Abu Zaid Malik Az-Zahir (?-1455)
10. Sultan Mahmud Malik Az-Zahir, memerintah (ca.1455-ca. 1477)
11. Sultan Zain Al-‘Abidin, memerintah (ca.1477-ca.1500)
12. Sultan Abdullah Malik Az-Zahir, yang memerintah (ca.1501-1513)
13. Sultan Zain Al’Abidin, yang memerintah tahun 1513-1524

4. Sumber Sejarah Kerajaan Samudera Pasai

Sumber sejarah yang menerangkan keberadaan Kerajaan Samudera Pasai adalah makam raja – raja Pasai di kampung Gedong, Aceh Utara. Makam tersebut berada di Desa Beuringin, dekat reruntuhan pusat kerajaan yang berjarak sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Salah satu makam yang ada di wilayah tersebut diidentifikasi sebagai makam dari Sultan Malik Al Saleh. Pada makam tersebut bertuliskan teks 1360 H yang menandai dimulainya masa perkembangan sastra Melayu klasik di Nusantara.
Catatan Ibnu Batutah yang merupakan utusan dari Sultan Delhi menjelaskan bahwa Samudera Pasai merupakan pelabuhan penting dan istananya diatur seperti gaya India. Selain itu juga disebutkan bahwa patihnya bergelar Amir.

4. Karya Sastra

Sebagai kerajaan besar, Samudera Pasai juga berkembang karya sastra yang baik. Karya sastra yang dikembangkan mengadaptasi bahasa arab yang masuk ke wilayah Sumatera. Inilah yang kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Salah satu dari karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai. Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya.
Sejalan dengan berkembangnya karya sastra, berkembang pula ilmu tasawuf. Salah satu buku tasawuf yang diterjemahkan ke bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas menceritakan sekelumit peran yang telah dimainkan oleh Samudera Pasai dalam posisinya sebagai pusat tamadun Islam di Asia Tenggara pada masa itu.

Sumber : https://acehprov.go.id/berita/kategori/jelajah/kerajaan-samudera-pasai

Minggu, 14 Januari 2024

MATERI AJAR KONSEP KERAJAAN ISLAM PT2

SALURAN PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA 

Agama Islam masuk dan berkembang di Nusantara dengan cara-cara damai. Para Wali Songo bahkan menyebarkan ajaran Islam dengan menyesuaikan diri terhadap budaya yang sudah ada sebelumnya. 

Dengan cara-cara seperti itu, agama Islam pun dapat diterima oleh masyarakat Nusantara. Berikut ini 6 saluran Islamisasi di Indonesia seperti dikutip dari modul Sejarah Indonesia: Islam Nusantara (2017) terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI serta beberapa referensi lainnya:

1. Saluran Perdagangan

Proses penyebaran Islam di Nusantara pertama kali melalui saluran perdagangan. Pada abad ke-7 hingga abad ke-16 M, kaum saudagar muslim dari berbagai belahan dunia seperti Arab, Persia (Iran), India, bahkan Cina, singgah di berbagai pelabuhan di Nusantara untuk melakukan transaksi perdagangan. 

Relasi niaga ini kemudian memunculkan interaksi antara para pedagang asing yang beragama Islam itu dengan orang-orang Nusantara di berbagai tempat yang disinggahi. Tidak sedikit para saudagar muslim itu yang menetap di daerah-daerah pesisir di Nusantara.

Lambat-laun, tempat yang mereka tinggali berkembang menjadi perkampungan muslim. Interaksi yang sering muncul saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Pengaruh ini membuat pergeseran dalam sistem kehidupan bermasyarakat di Nusantara, termasuk dalam hal kepercayaan.

2. Saluran Pernikahan

Bermukimnya para pedagang muslim di beberapa wilayah di Nusantara menimbulkan interaksi dengan masyarakat setempat. Banyak orang asing tersebut yang kemudian menikah dengan perempuan asli Nusantara yang kemudian menjadi salah satu saluran Islamisasi, yakni melalui pernikahan.

Pernikahan antara orang asing beragama Islam dengan pribumi juga terjadi di kalangan bangsawan atau istana yang membuat penyebaran Islam semakin masif dan efektif.

Saluran Islamisasi melalui pernikahan menjadi akar yang kuat untuk membentuk masyarakat muslim. Inti dari masyarakat adalah keluarga. Setelah memiliki keturunan, maka persebaran Islam semakin meluas. 

3. Saluran Tasawuf

Saluran Islamisasi di Nusantara berikutnya adalah melalui tasawuf. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tasawuf adalah ajaran atau cara untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Para pendakwah Islam di Indonesia mengajarkan tasawuf kepada masyarakat dengan cara yang mudah dimengerti dan disesuaikan dengan tradisi yang sudah ada sebelumnya. Cara ini membuat proses Islamisasi di Nusantara dapat berjalan dengan baik dan efektif.

4.Saluran Pendidikan

Kaum wali, ulama, ustaz, syekh, guru agama, tokoh masyarakat, hingga para pemimpin muslim memiliki peran besar dalam persebaran Islam di Nusantara. Mereka menyebarkan islam dengan mendirikan pondok-pondok pesantren sebagai tempat untuk memperdalam ajaran Islam. 

Murid atau santri yang telah mempelajari ilmu agama dan kemudian keluar dari pesantren untuk menyebarluaskan ajaran Islam di tempat-tempat lain, atau mendirikan pesantren sendiri sehingga semakin memperluas proses Islamisasi di Indonesia.

5. Saluran Kesenian

Seni dan budaya juga bisa menjadi saluran Islamisasi yang efektif. Ajaran Islam dipadukan dengan berbagai jenis seni yang sudah ada sebelumnya, seperti seni musik, seni tari, seni pahat, seni bangunan, seni ukir, seni pertunjukan, seni sastra, dan lain sebagainya.

Di bidang seni pertunjukan, misalnya, pertunjukan wayang disisipi dengan cerita-cerita atau tokoh-tokoh dalam ajaran Islam. Begitu pula dengan seni musik. Beberapa wali sengaja menggubah tembang atau lagu dalam bahasa Jawa yang berisi tentang ajaran Islam. Penggunaan gamelan juga demikian untuk menarik masyarakat.

Dalam sektor seni bangunan bisa dilihat dari Masjid Menara Kudus yang menampilkan akulturasi antara corak bangunan Hindu dengan Islam, juga masjid-masjid lain atau bangunan lainnya di Nusantara.

6. Saluran Politik

Pengaruh raja dalam persebaran Islam di Nusantara sangat besar. Jika seorang raja sudah memeluk agama Islam, maka warga istana dan rakyat di wilayah kerajaan itu akan berbondong-bondong turut masuk Islam.

Salah satu contohnya adalah Kesultanan Demak. Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak, adalah pangeran dari Majapahit. Raden Patah berguru kepada Wali Songo dan kemudian masuk Islam hingga akhirnya mendirikan Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa.

Berdirinya Kesultanan Demak dengan Raden Patah sebagai rajanya yang telah masuk Islam kemudian berbondong-bondong diikuti oleh sebagian besar rakyatnya. Kehadiran Kesultanan Demak pada akhirnya meruntuhkan Kerajaan Majapahit dan semakin banyak orang yang memeluk Islam.

Baca selengkapnya di artikel "Jenis 6 Saluran Islamisasi di Indonesia, Sejarah, dan Proses", https://tirto.id/gn3N


MATERI AJAR KONSEP KERAJAAN ISLAM Pt1

 Perkembangan Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia 

A. Teori Masuknya islam di indonesia

dikutip dari tirto.id setidaknya terdapat 5 teori masuknya agama islam ke indonesia, adapun 5 teori tersebut adalah : 

1. Teori Gujarat Masuknya Islam ke Indonesia 

Teori sejarah masuknya Islam ke Indonesia yang pertama adalah Teori Gujarat, dicetuskan oleh G.W.J. Drewes. Kemudian, hipotesis ini dikembangkan oleh Snouck Hurgronje, J. Pijnapel, Willem Frederik Stutterheim, J.P. Moquette, serta Sucipto Wirjosuparto. 

Orientalis terkemuka asal Belanda, Snouck Hurgronje, menjelaskan Teori Gujarat masuknya Islam ke Indonesia melalui buku Revue de l'histoire des religions (1894). Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India. 

Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding pengusaha dari Arab. Menurut Hurgronje, peniaga Arab baru datang pada periode berikutnya. Orang-orang Arab tersebut mayoritas merupakan keturunan Nabi Muhammad, baik yang bergelar “sayid” maupun “habib". 

Pada 1912, giliran J.P. Moquette yang memberikan afirmasi atas Teori Gujarat. Bukti yang disodorkannya ialah batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. 

Menurut Moquette, batu nisan sultan pertama di Indonesia tersebut bercorak sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. 

Moquette akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Bukti Teori Gujarat lainnya adalah kesamaan Mazhab Syafi’i yang dianut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia. 

Pendapat Moquette itu mendapat dukungan dari para ahli sejarah lain, seperti Kern, Winstedt, Bousquet, Vlekke, Gonda, Schrieke, dan Hall. Mereka sependapat bahwa Gujarat merupakan tempat asal datangnya Islam ke Nusantara. 

Kendati demikian, Teori Gujarat tak lepas dari kritik. Argumentasi Moquette, misalnya, ditentang oleh S.Q. Fatimi. Ia berpendapat, mengaitkan seluruh batu nisan di Pasai, termasuk yang ada di makam Maulana Malik al-Saleh, dengan corak makam Gujarat adalah keliru.

Menurut penelitian Fatimi, yang dihimpun dalam Journal of Southeast Asian History Volume 6 Issue 2 (2009), bentuk dan gaya batu nisan Malik al-Saleh berbeda sepenuhnya dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat dan batu-batu nisan lain yang ditemukan Nusantara. Bentuk dan gaya batu nisan itu justru mirip dengan batu nisan yang terdapat di Bengal. Oleh karena itu, seluruh batu nisan itu hampir bisa dipastikan berasal dari Bengal. Baca juga: Kejamnya Sultan Samudera Pasai dan Serbuan Majapahit Sejarah Kerajaan Sriwijaya, Lokasi, & Pusat Pengajaran Agama Buddha Sejarah & Daftar Kerajaan-kerajaan Maritim Islam di Indonesia 

2. Teori Arab Masuknya Islam ke Indonesia 

Teori sejarah masuknya Islam ke Indonesia yang berikutnya diperkirakan berasal dari Timur Tengah, tepatnya Arab. Teori Arab (Mekah) ini didukung oleh J.C. van Leur, Anthony H. Johns, T.W. Arnold, serta Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka. 

Menurut Buya Hamka, Islam sudah menyebar di Nusantara sejak abad ke-7 M. Hamka dalam buku Sejarah Umat Islam (1997) menuliskan beberapa bukti yang menunjukkan bahwa Islam masuk ke Nusantara berkat orang-orang Arab. 

Bukti Teori Arab yang diajukan Hamka adalah naskah kuno dari Cina yang menyebutkan bahwa sekelompok bangsa Arab telah bermukim di kawasan Pantai Barat Sumatra sejak 625 M. Di wilayah yang pernah dikuasai Kerajaan Sriwijaya itu juga ditemukan nisan kuno bertuliskan nama Syekh Rukunuddin, wafat pada 672 M. 

Teori dan bukti yang dipaparkan Hamka tersebut didukung oleh T.W. Arnold. Sejarawan asal Inggris tersebut menjelaskan, kaum saudagar Arab cukup dominan dalam aktivitas perdagangan di Nusantara. 

Sebagian dari pedagang Arab tersebut kemudian menikah dengan warga lokal dan membentuk komunitas muslim. Mereka bersama-sama kemudian melakukan kegiatan dakwah Islam di berbagai wilayah Nusantara. 

3. Teori Persia Masuknya Islam ke Indonesia 

Teori sejarah masuknya Islam ke Indonesia yang ketiga adalah Teori Persia. Hipotesis, yang menyatakan bahwa ajaran Islam di Nusantara awalnya dibawa oleh pedagang Persia (sekarang wilayah Iran) pada abad ke-13 M, tersebut didukung oleh Umar Amir Husen dan Husein Djajadiningrat. 

Abdurrahman Misno dalam Reception Through Selection-Modification: Antropologi Hukum Islam di Indonesia (2016) menuliskan, bukti Teori Persia menurut Djajadiningrat adalah tradisi dan kebudayaan Islam di Indonesia yang punya kesamaan dengan Persia. 

Salah satu contohnya adalah seni kaligrafi yang terpahat di batu-batu nisan bercorak Islam di Nusantara. Ada pula budaya Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Sumatra Barat yang serupa dengan ritual di Persia setiap 10 Muharam. 

Akan tetapi, ajaran Islam yang masuk dari Persia kemungkinan adalah Syiah. Kesamaan tradisi tersebut serupa dengan ritual Syiah di Iran. Teori ini cukup lemah karena mayoritas pemeluk Islam di Indonesia adalah bermazhab Sunni. 

4. Teori Cina Teori masuknya Islam ke Indonesia 

yang ke-4 adalah Teori Cina. Menurut hipotesis ini, ajaran Islam berkembang di Cina pada masa Dinasti Tang (618-905 M), dibawa oleh panglima muslim dari kekhalifahan di Madinah semasa era Khalifah Usman bin Affan, yakni Saad bin Abi Waqqash. 

Bahkan, salah satu wilayah di Tiongkok, Kanton, pernah menjadi pusatnya para pendakwah muslim dari Cina. 

Jean A. Berlie dalam buku Islam in China (2004) menyebut, relasi pertama antara orang-orang Islam dari Arab dan bangsa Cina terjadi pada 713 M. Teori Cina meyakini, Islam masuk ke Indonesia bersamaan dengan migrasi orang-orang Cina ke Asia Tenggara. Mereka masuk lewat Sumatra bagian selatan Palembang pada 879 atau abad ke-9 M. 

Bukti Teori Cina adalah banyak pendakwah Islam keturunan Cina yang punya pengaruh besar di Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, seiring dengan keruntuhan Kemaharajaan Majapahit pada perjalanan abad ke-13 M. Sebagian dari mereka disebut wali sanga. 

Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah, putra Raja Majapahit dari istri seorang perempuan asal Cina yang telah masuk Islam. Raden Patah yang memiliki nama Cina, Jin Bun, memimpin Demak bersama wali sanga sejak 1500 M. 

5. Teori Coromandel masuknya Islam ke Indonesia 

Selain 4 teori masuknya Islam ke Indonesia yang disebutkan di atas, ada hipotesis lain yang tak kalah populer, yakni Teori Coromandel (Malabar). 

Menurut Teori Coromandel dan Malabar, masuknya Islam ke Indonesia pada awalnya dibawa oleh orang-orang Malabar. Wilayah Malabar termasuk bagian dari kawasan pesisir India timur. 

Tokoh sekaligus sejarawan yang mencetuskan Teori Malabar ialah Thomas W. Arnold dan Morrison. Morisson menyampaikan analisis yang memperkuat hipotesis dari Arnold. 

Bukti Teori Coromandel, sebagaimana dijelaskan oleh Arnold, adalah kesamaan mazhab fikih yang dianut penduduk Islam di Malabar dan Nusantara. Keduanya sama-sama menganut Mazhab Syafi’i. Maka itu, Arnold meyakini para pedagang ataupun saudagar yang datang dari India dan mengawali penyebaran Islam ke Nusantara ialah orang-orang Malabar (Coromandel), bukan Gujarat. 

Morrison kemudian memperkuat hipotesis yang disampaikan Arnold. Dia mengajukan bukti, saat terjadi islamisasi di wilayah Pasai pada 1292 M, Gujarat masih di bawah kekuasaan kerajaan Hindu. 

Karena itu, Morisson berpendapat kecil kemungkinan penyebaran agama Islam di Pasai dirintis oleh pedagang dari Gujarat. Argumennya juga didasarkan pada laporan Tome Pires yang berjudul Suma Oriental. 

Baca selengkapnya di artikel "5 Teori Masuknya Islam ke Indonesia, Apa Saja?", https://tirto.id/f8pm