KERAJAAN ISLAM
DI JAWA
BAGIAN 2
1. Kerajaan Pajang
Kesultanan
Pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris kerajaan Islam di Demak.
Kesultanan yang terletak di Kartasura sekarang itu merupakan kerajaan Islam
yang pertama yang terletak di pedalaman pulau Jawa. Usia kesultanan ini tidak
panjang, kekuasaaan dan kebesarannya kemudian diambil oleh kerajaan Mataram.
Sultan
atau Raja yang pertama adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging, lereng
gunung Merapi. Oleh Raja Demak ketiga yaitu Sultan Trenggono, Jaka Tingkir
diangklat sebagai Raja pajang setelah sebelumnya dikawinkan dengan anak
perempuannya. Setelah sultan demak meninggal muncullah kekacaan di ibu
kota. Konon jaka tinggkir yang telah menjadi penguasa panjang itu dengan segera
mengambil ahli kekuasaan, karna anak sulung dari sultan trenggono telah dibunuh
oleh kemenakanya. setelah menjadi raja yang berpengaruh dipulau jawa ia
diberi gelar sultan adiwijaya. Setelah wafatnya, ia digantikan dengan
menantunya, aria pangiri.
Sementara
itu anak sultan adiwijaya, pangeran bewana dijadikan penguasa di jipang.
Pangeran muda ini, karna tidak puas dengan nasibnya ditengah-tengah lingkungan
yang masih asing baginya. Meminta bantuan kepada senopati penguasa mataram
untuk mengusir raja panjang yang baru pada thun 1588, dan usaha mereka
berhasil. Sebagai ucapan rasa terimakasinya terhadap enopati mataram itu ia
memberika warisan ayahnya. Akan tetapi senopati menyatakan keinginannya untuk
tinggal dimataram,ia hanya minta pasukan kerajaan panjang, karna pada
saat itu mataram memang dalam prose menjadi kerajaan besar. Dan sejak itu
kerajaan panjang berada dibawah kerajaan mataram.
2.
Kerajaan Mataram Islam
Setelah
Kerajaan Demak berakhir, berkembanglah Kerajaan Pajang di bawah pemerintahan
Sultan Hadiwijaya. Di bawah kekuasaannya, Pajang berkembang baik. Bahkan
berhasil mengalahkan Arya Penangsang yang berusaha merebut kekuasaannya. Tokoh
yang membantunya mengalahkan Arya Penangsang di antaranya Ki Ageng Pemanahan
(Ki Gede Pemanahan). la diangkat sebagai bupati (adipati) di Mataram. Kemudian
puteranya, Raden Bagus (Danang) Sutawijaya diangkat anak oleh Sultan Hadiwijaya
dan dibesarkan di istana. Sutawijaya dipersaudarakan dengan putra mahkota,
bernama Pangeran Benowo.
Pada
tahun 1582, Sultan Hadiwijaya meninggal dunia. Penggantinya, Pangeran Benowo
merupakan raja yang lemah. Sementara Sutawijaya yang menggantikan Ki Gede
Pemanahan justru semakin menguatkan kekuasaannya sehingga akhirnya Istana
Pajang pun jatuh ke tangannya. Sutawijaya segera memindahkan pusaka Kerajaan
Pajang ke Mataram. Sutawijaya sebagai raja pertama dengan gelar: Panembahan
Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pusat kerajaan ada di Kota Gede, sebelah
tenggara Kota Yogyakarta sekarang. Panembahan Senapati digantikan oleh
puteranya yang bernama Mas Jolang (1601-1613). Mas Jolang kemudian digantikan
oleh puteranya bernama Mas Rangsang atau lebih dikenal dengan nama Sultan Agung
(1613-1645). Pada masa pemerintahan Sultan Agung inilah Mataram mencapai zaman
keemasan. Dalam bidang politik pemerintahan, Sultan Agung berhasil memperluas
wilayah Mataram ke berbagai daerah yaitu, Surabaya (1615), Lasem, Pasuruhan
(1617), dan Tuban (1620). Di samping berusaha menguasai dan mempersatukan
berbagai daerah di Jawa, Sultan Agung juga ingin mengusir VOC dari Kepulauan
Indonesia. Kemudian diadakan dua kali serangan tentara Mataram ke Batavia pada
tahun 1628 dan 1629. Mataram mengembangkan birokrasi dan struktur pemerintahan
yang teratur. Seluruh wilayah kekuasaan Mataram diatur dan dibagi menjadi
beberapa bagian sebagai berikut.
·
Kutagara. Kutagara atau kutanegara, yaitu daerah keraton dan
sekitarnya.
·
Negara agung. Negara agung atau negari agung, yaitu
daerah-daerah yang ada di sekitar kutagara. Misalnya, daerah Kedu, Magelang,
Pajang, dan Sukawati.
·
Mancanegara. Mancanegara yaitu daerah di luar negara agung.
Daerah ini meliputi mancanegara wetan (timur), misalnya daerah Ponorogo dan
sekitarnya, serta mancanegara won (barat), misalnya daerah Banyumas dan
sekitarnya.
·
Pesisiran. Pesisiran yaitu daerah yang ada di pesisir.
Daerah ini juga terdapat daerah pesisir kulon (barat), yakni Demak terus ke
barat, dan pesisir wetan (timur), yakni Jepara terus ke timur.
Mataram berkembang menjadi kerajaan
agraris. Dalam bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah-daerah persawahan
yang luas. Seperti yang dilaporkan oleh Dr. de Han, Jan Vos dan Pieter Franssen
bahwa Jawa bagian tengah adalah daerah pertanian yang subur dengan hasil
utamanya adalah beras. Pada abad ke-17, Jawa benar-benar menjadi lumbung padi.
Hasil-hasil yang lain adalah kayu, gula, kelapa, kapas, dan hasil palawija.
Di
Mataram dikenal beberapa kelompok dalam masyarakat. Ada golongan raja dan
keturunannya, para bangsawan dan rakyat sebagai kawula kerajaan. Kehidupan
masyarakat bersifat feodal karena raja adalah pemilik tanah beserta seluruh
isinya. Sultan dikenal sebagai panatagama, yaitu pengatur kehidupan keagamaan.
Oleh karena itu, Sultan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Rakyat sangat
hormat dan patuh, serta hidup mengabdi pada sultan. Bidang kebudayaan juga maju
pesat. Seni bangunan, ukir, lukis, dan patung mengalami perkembangan.
Kreasikreasi para seniman, misalnya terlihat pada pembuatan gapura-gapura,
serta ukir-ukiran di istana dan tempat ibadah. Seni tari yang terkenal adalah
Tari Bedoyo Ketawang. Dalam prakteknya, Sultan Agung memadukan unsur-unsur
budaya Islam dengan budaya Hindu-Jawa. Sebagai contoh, di Mataram
diselenggarakan perayaan sekaten untuk memperingati hari kelahiran Nabi
Muhammad saw, dengan membunyikan gamelan Kyai Nagawilaga dan Kyai Guntur Madu.
Kemudian juga diadakan upacara grebeg. Grebeg diadakan tiga kali dalam satu
tahun, yaitu setiap tanggal 10 Dzulliijah (Idul Adha), 1 Syawal (Idul Fitri),
dan tanggal 12 Rabiulawal (Maulid Nabi). Bentuk dan kegiatan upacara grebeg
adalah mengarak gunungan dari keraton ke depan masjid agung. Gunungan biasanya
dibuat dari berbagai makanan, kue, dan hasil bumi yang dibentuk menyerupai
gunung. Upacara grebeg merupakan sedekah sebagai rasa syukur dari raja kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan juga sebagai pembuktian kesetiaan para bupati dan
punggawa kerajaan kepada rajanya. Sultan Agung wafat pada 1645. Ia dimakamkan
di Bukit Imogiri. Ia digantikan oleh puteranya yang bergelar Amangkurat I. Akan
tetapi, pribadi raja ini sangat berbeda dengan pribadi Sultan Agung. Amangkurat
I adalah seorang raja yang lemah, berpandangan sempit, dan sering bertindak
kejam. Mataram mengalami kemunduran apalagi adanya pengaruh VOC yang semakin
kuat. Dalam perkembangannya Kerajaan Mataram akhirnya dibagi dua berdasarkan
Perjanjian Giyanti (1755). Sebelah barat menjadi Kesultanan Yogyakarta dan
sebelah timur menjadi Kasunanan Surakarta.
3.
Kesultanan ngayuguakarta dadininrat dan
kasusunan surakarta hadiningrat
Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunan Surakarta Hadiningrat merupakan bagian
dari kerajaan Mataram Islam yang terpecah menjadi dua. Dua kerajaan Islam di
Jawa ini berdiri dari tahun 1755 sampai sekarang ini.
Kedua
kerajaan ini berdiri sebagai negara dependen yang berbentuk kerajaan. Dan
dibawah dari kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Wilayah kedua
kerajaan ini dahulunya adalah kekuasaan Mataram yang runtuh akibat dari
perebutan kekuasaan
(materi untuk kelas X SMK Nuurul Muttaqiin Cisurupan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar